Strategi Dan Implementasi Literasi Informasi Di Sekolah
Strategi
Dan Implementasi Literasi Informasi Di Sekolah[1]
Oleh
: Arsidi, SIP.[2]
- Pendahuluan
Kehidupan di era global telah menjamah kita. Ciri
yang signifikan dari kehidupan di era global adalah membanjirnya arus informasi.
Informasi kesejagadan telah menyebar luas seantero dunia. Informasi telah masuk
ke setiap ruang sehingga tak sejengkal tanahpun tanpa informasi. Sejak kita
bangun pagi hari sampai tidur malam hari, ribuan dan bahkan jutaan informasi
menyebar kemana-mana. Informasi itu bergerak sesuai dengan media yang
menghantarkannya, seperti ; lisan, media cetak dan media non- cetak. Media
cetak antara lain : surat kabar, majalah , tabloid, selebaran, spanduk, papan
reklame dsb. Sedangkan media non-cetak
antara lain : televisi, radio, telepon genggam, Internet dsb. Membanjirnya
informasi itu juga akibat dari terus berkembangnya teknologi informasi dan
komunikasi.
Literasi informasi (information
literacy) telah menjadi fokus perhatian utama dunia pendidikan, khususnya
perpustakaan Amerika sejak era delapan puluhan. Menurut American Library
Association (ALA), Literasi informasi merupakan salah satu komponen penting
yang harus dimiliki setiap warga dan berkontribusi dalam mencapai pemelajaran
seumur hidup. Kompetensi dalam information literacy bukan hanya sekedar
pengetahuan di kelas formal, tetapi juga praktek langsung pada diri sendiri
dalam lingkungan masyarakatnya. Literasi informasi juga sangat diperlukan dalam
setiap aspek kehidupan manusia, dan itu berlangsung seumur hidup. Literasi
informasi menambah kompetensi masyarakat dengan mengevaluasi, mengorganisir dan
menggunakan informasi.
Di negara maju, seperti Amerika Inggris, Australia, beberapa
disiplin ilmu mempertimbangkan literasi informasi sebagai hasil utama siswa di
perguruan tinggi sebab membangun pembelajar seumur hidup merupakan misi
pendidikan tinggi. Literasi informasi memastikan setiap individu memiliki
kemampuan intelektual untuk berpikir kritis dan berargumentasi, serta belajar
bagaimana cara belajar. Itu sebabnya literasi informasi selalu dikaitkan dengan
pemelajaran seumur hidup (life long
learning). Menurut Chan Yuen Chin[1] manfaat dari literasi
informasi adalah:
- Literasi informasi sangat penting untuk kesuksesan belajar seumur hidup.
- Literasi informasi merupakan kompetensi utama dalam era informasi
- Literasi informasi memberi kontribusi pada perkembangan pengajaran dan pembelajaran.
Zurkowski, orang pertama yang menggunakan konsep literasi
informasi menyatakan bahwa orang yang terlatih untuk menggunakan sumber-sumber
informasi dalam menyelesaikan tugas mereka disebut orang yang melek informasi (information literate). Mereka telah
mempelajari teknik dan kemampuan menggunakan alat-alat dan sumber utama
informasi dalam pemecahan masalah mereka.[2]
- Pengertian Literasi Informasi
Banyak definisi
tentang melek informasi/literasi informasi yang terus berkembang sesuai kondisi
di lapangan, Namun menurut Bundy bahwa Literasi
informasi adalah seperangkat ketrampilan yang
diperlukan untuk mencari, menelusur, menganalisa dan memanfaatkan informasi.[3]
Bundy juga menjelaskan bahwa literasi informasi sangat diperlukan karena
peningkatan tajam akses informasi dan sumber-sumbernya. Setiap orang dihadapkan
dengan pilihan-pilihan informasi yang bermacam-macam dan membludak
didalam belajarnya, tempat kerjanya dan dalam kehidupan
mereka.[4]
Menurut Association of
College and Research
Libraries (ACRL) dalam Information
literacy competency standards for higher education (2000) siswa yang memiliki
keterampilan dalam literasi
informasi, akan memiliki
kemampuan standard sebagai berikut:
a) menentukan batas
informasi yang diperlukan;
b) mengakses informasi yang dibutuhkan dengan efektif dan efisien; c)
mengevaluasi informasi dan sumber-sumber
informasinya dengan kritis;
d) memadukan sejumlah informasi
yang terpilih menjadi
dasar pengetahuan seseorang;
e) menggunakan informasi dengan
efektif untuk mencapai
tujuan tertentu; d) mengerti
masalah ekonomi, hukum,
dan sosial sehubungan
dengan penggunaan informasi, serta
mengakses informasi secara etis dan legal.[5]
Dari
pengertian tersebut dapat penulis simpulkan bahwa literasi informasi adalah
sebuah keterampilan yang dimiliki seseorang yang mampu memahami kebutuhan
informasi untuk memecahkan masalah hidupnya
C. Model
Literasi Informasi
Dalam implementasinya literasi informasi terdapat banyak
model yang digunakan, namun model tersebut mengacu pada standart yang telah
dibuat misalnya oleh ACRL, ALA dan lembaga yang lain. Model tersebut antara
lain adalah The Seven Pillar. Empowering 8, The Big6, Super3, dll. Salah satu
model Literasi Informasi yang paling banyak digunakan di sekolah-sekolah dan di
lembaga pendidikan adalah the Big6. The Big6 dikembangkan oleh 2 orang
professor di bidang ilmu informasi dari Universitas Syracusse. Mereka juga
sudah berpengalaman dalam mengajar di sekolah-sekolah di Amerika selama puluhan
tahun. Dari penelitian dan pengamatan mereka selama puluhan tahun itulah maka
lahirlah sebuah rumusan yang agak berbeda dengan beberapa model Literasi Informasi
yang sudah dibuat sebelumnya seperti model Kulthau dan Strippling misalnya.
Keunikan dari model The
Big6 ini antara lain adalah karena model ini di klaim oleh pembuatnya
sebagai sebuah model “problem solving” dalam
menyelesaikan masalah informasi. Hal ini berbeda dengan beberapa model lainnya
yang memang sudah diarahkan secara khusus untuk menyelesaikan masalah dalam
penulisan.
Karena itu, maka model ini sifatnya lebih fleksibel dari
model-model literasi informasi lainnya, karena model ini bisa diterapkan pada
hampir semua masalah manusia yang berkaitan dengan pengambilan keputusan yang
menggunakan informasi sebagai dasar pengambilan keputusannya. Misalnya :
memutuskan apakah saya harus membeli buku A atau B? Apakah saya harus bekerja
sambil sekolah? Apa yang akan saya bawa sebagai hadiah ulang tahun temanku Ahmad? Apakah topik esai yang akan aku pilih? dan sebagainya.
D. Strategi Implementasi Literasi Informasi
Berdasarkan pengalaman penulis selama ini dalam mengajarkan
Literasi informasi di sekolah, Model The Big6 merupakan model yang sangat cocok
untuk diimplementasikan di sekolah. The Big6 seperti namanya, memiliki 6 buah
langkah efektif yang bisa digunakan untuk menyelesaikan masalah, “step by step”. Setiap langkah
diperjelas dengan 2 subdivisi. Keenam langkah tersebut adalah:
Step 1. Task Definition/Mendefinisikan masalah.
Dalam tahap ini, kita diajak untuk memulai perjalanan untuk
memecahkan masalah kita dengan mendefinisikan masalah secara menyeluruh. Step
pertama ini terdiri dari 2 subdivisi sbb:
a)
Definisikan
permasalahannya. Dalam penulisan, maka tahap ini adalah penentuan topik dan
menjelaskan pertanyaan riset (Research
Question). Cara yang digunakan untuk mendapatkan topic, misalnya dengan
cara : brainstorming menggunakan
5W-1H, free writing, dsb.
b)
Mengidentifikasi
kebutuhan informasi. Disini kita berusaha membatasi kebutuhan informasi pada
apa yang menjadi persoalan saja. Kita bisa mendaftarkan semua “keyword” yang berhubungan dengan topic
yang kita pilih. Misalnya dengan menggunakan “mind mapping”.
Step 2. Information Seeking
Strategies/ Strategi
pencarian informasi.
Dalam tahap ini, setelah kita membatasi informasi apa yang
akan kita cari, maka kitapun dapat membatasi perencanaan terhadap sumber-sumber
informasi yang kita cari. Minimal yang menjadi criteria penyeleksian sumber,
adalah : otritatif, kebaruan, dan akurasi. Subdivisi dari tahap 2 ini adalah:
a) Melakukan
brainstorm terhadap semua sumber
informasi pendukung yang mungkin untuk digunakan. Untuk itu, maka siswa
haruslah diajar untuk memiliki wawasan yang luas terhadap berbagai sumber
informasi, baik yang tersedia di perpustakaan, ataupun sumber-sumber yang
bersifat primer seperti wawancara langsung kepada narasumber, pengambilan foto,
pencatatan data dengan observasi dan sebagainya.
b)
Memilih
sumber-sumber yang terbaik. Hal ini bisa dilakukan dengan menggunakan 3
kriteria pemilihan sumber diatas, yaitu: otoritatif, kebaruan dan akurasi.
Tentunya, semua itu juga disesuaikan oleh lama waktu pengerjaan, dan
ketersediaan sumber informasi.
Step 3. Location and Access/ Lokasi dan akses
Tahap ini merupakan tahap dimana siswa harus memiliki
kemampuan untuk menggunakan indeks. Hampir semua informasi yang tersedia
didunia ini tersusun dalam indeks, agar memungkinkan untuk ditemukan kembali
dengan cepat. Buku-buku teks biasanya memiliki indeks dibagian belakang
halamannya. Ensiklopedia, baik umum maupun khusus juga memiliki indeks yang
biasanya merupakan volume terakhir dari jajaran semua volumnya.Perpustakaan
juga memiliki indeks berupa OPAC (Online
Public Access Catalog), begitupun internet dengan search engine-nya.
Dengan kemampuan menggunakan indeks ini, maka pencarian
informasi yang tersimpan dalam berbagai sumber informasi dapat dilakukan dengan
lebih efektif dan efisien. Adapun subdivisi dari step ini adalah:
a) Mencari
sumber-sumber informasi. Disini kemampuan siswa dalam mengenali lokasi
sumber-sumber informasi sangat dibutuhkan. Misalnya kemampuan mencari buku yang
sesuai dengan menggunakan OPAC dan menggunakan “Boolean” untuk mempersempit, memperluas pencarian melalui indeks
elektronik seperti OPAC dan search engine atau meta search engine yang ada.
b) Mencari
informasi dalam sumber. Disini kita dihadapkan pada persoalan untuk mengenali
informasi yang kita butuhkan. Ingat, tidak semua informasi yang kita dapatkan
dari berbagai sumber itu dibutuhkan. Karena itu maka kita harus mencari
sumber-sumber, serta informasi yang relevan dengan kebutuhan kita.
Step 4. Use of Information/Menggunakan informasi yang sudah
tersedia.
Dalam tahap ini kita dihadapkan pada masalah pemilihan cara
yang efektif untuk menyaring dan memeras informasi yang banyak jumlahnya
tersebut menjadi informasi yang terseleksi dan siap dipakai dalam berbagai
permasalahan kita. JIka kasusnya adalah menulis, maka pada tahap keempat ini
kita dihadapkan pada tahap dimana semua informasi sudah berada ditangan kita,
dan kita harus menyeleksi informasi ditangan kita tersebut. Subdivisi dari
tahap ke empat ini adalah sebabagai berikut:
a) Engage/menangani informasi yang tersimpan,
dengan cara membaca, mendengarkan, mewawancarai, mengamati dan mengobservasi
informasi tersebut. Disini siswa bisa diajarkan beberapa keahlian, seperti note
taking dengan menggunakan tehnik seperti cornell,
mindmapping, dsb. Juga beberapa tehnik untuk membaca, seperti tehnik
afiksasi membaca cepat, atau SQ3R (Survei,
Questioning, Reading, Recite, Review)
b) Menyarikan
informasi yang ada. Hal ini bisa dilakukan dengan menggunakan: kutipan, atau
paraphrase dan membuat summary. Dengan menggunakan berbagai cara ini maka kita
dapat mengambil dan mengidentifikasi bagian-bagian yang benar-benar penting dan
relevan dengan permasalahan kita.
Step 5. Synthesis/Sintesa.
Dalam step ini, kita melakukan penggabungan berbagai
informasi yang telah kita dapatkan dan masih tersebar secara konsep. Subdivisinya
adalah:
a)
Organise/mengorganisasikan
berbagai sumber yang terpisah-pisah menjadi satu bentuk produk/hasil yang
sitematis. Untuk itu dalam tahap ini beberapa keahlian harus diajarkan kepada
siswa, seperti misalnya menulis, membuat “outline”
karangan, dan berbagai tips untuk membuat kalimat yang efektif, atau
menggunakan ilustrasi dan sebagainya.
b)
Presentasi,
yaitu menunjukkan, menyebarkan informasi yang tersimpan dalam produk kita
kepada orang lain. Hal ini bisa dilakukan dengan berbagai cara, tergantung konteksnya.
Misalnya presentasi powerpoint, data statistic,
table, perbandingan, cerita, narasi, bentuk-bentuk sastra seperti puisi, cerpen
dab. Untuk subdivisi ini siswa membutuhkan keahlian penggunaan software
pembantu dalam membuat presentasi, seperti powerpoint, flash, movie maker dsb.
Step 6. Evaluasi.
Dalam tahapan ini, yang diharapkan adalah bagaimana siswa
dapat memberikan penilaian terhadap hasil dan proses yang sudah berhasil
dilaluinya. Adapun subdivisi dalam tahapan evaluasi ini adalah meliputi:
a)
Evaluasi
produk, yaitu evaluasi mengenai bentuk hasil/produk dari kegiatan riset yang
kita lakukan. Misalnya dengan memperhatikan beberapa pertanyaan seperti: Apakah
tulisan kita sudah dapat menjawab pertannyaan di dalam introduction? Apakah
pernyataan-pernyataan dan argumentasi kita sudah cukup didukung oleh fakta yang
tersimpan dalam berbagai sumber. Apakah sudah cukup grafik, tabel yang kita
harus pakai untuk mendukung pendapat kita.
b)
Evaluasi
proses, yaitu evaluasi yang lebih mengarah pada: cara dan proses pembuatan
tulisan tersebut. Beberapa pertanyaan yang bisa membantu dalam evaluasi proses
adalah: Kesulitan apa yang harus dihadapi saat mengerjakan tugas ini? Langkah
yang mana yang paling sulit untuk dikerjakan? Apa yang harus saya ubah dalam
mengerjakan proses yang sama seperti ini di waktu yang akan datang?
E. Penutup
Demikian paparan singkat mengenai model literasi the Big6
sebenarnya yang ingin penulis sampaikan mengapa memilih the Big6 sebagai dasar
model literasi informasi yang diajarkan dalam kegiatan LI di berbagai sekolah,
antara lain adalah karena:
1)
Sesuai
dengan yang penulis sampaikan diatas, model ini tidak hanya dapat digunakan
sebagai hirarki berfikir yang sistematis untuk mengerjakan penulisan, tapi
dapat digunakan sebagai “problem solving tool”
dalam memecahkan setiap masalah yang berkaitan dengan informasi sebagai dasar
untuk pengambilan keputusan.
2) Model The
Big6, merupakan model yang banyak diterapkan diberbagai sekolah di
Amerika, Australia dan terutama sekolah-sekolah yang menggunakan kurikulum yang
menekankan keahlian “analytical thinking”
dan “critical thinking” seperti IB
(International Baccaulaureate), atau beberapa kurikulum dari Australia seperti
HSC (New Soutwales curriculum).
3) Berbagai
literature mengenai model ini tersedia secara luas, baik berupa literature
tercetak seperti artikel jurnal, majalah, maupun buku-buku penunjang, maupun
berbagai sumber informasi non cetak, seperti berbagai situs, mailing list,
website dan berbagai artikel elektronik.
4) Banyaknya
sekolah di Indonesia yang juga sudah menggunakan model the Big6 ini juga
mempermudah saya untuk bertukar pengalaman, kesulitan, serta memikirkan
strategi yang diperlukan dalam pengembangan model ini dimasa yang akan datang,
seperti International British School, Sekolah Pelita Harapan, Sekolah Madania,
Sekolah Petra, dan penulis terapkan juga di SMAN 1 Yogyakarta secara bertahab.
DAFTAR PUSTAKA
Behrens, Shirley J.
(1994). “A Conceptual Analysis and
Historical Overview of Information Literacy.” College & Research
Libraries 56 : 309 – 322.
Bundy, A. 2001. For a clever
country : information literacy diffusion in
the 21st century. diakses dari
http://www.library.unisa.edu.au/about/papers/clever.pdf , diunduh pada
tanggal 2 Oktober 2013
Chan Yuen Chin, Mandy.
(2001). “Rethinking Information Literacy
– A Study of Hong Kong University Students. www.cite.hku.hk/events/citers2003/Archive/MSc_presentation/MandyChanCITERS03.ppt
(diakses pada tanggal 12 Juni 2013)
[1] Disampaikan dalam Workshop
Literasi Informasi yang diselenggarakan oleh STAIN Kediri pada Hari Rabu tanggal 23 Oktober 2013
[2] Pustakawan SMAN 1 Yogyakarta,
Ketua Asosiasi Tenaga Perpustakaan Sekolah Indonesia DIY
[1] Chan
Yuen Chin, Mandy. (2001). “Rethinking
Information Literacy – A Study of Hong Kong University Students. www.cite.hku.hk/events/citers2003/Archive/MSc_presentation/MandyChanCITERS03.ppt
(diakses pada tanggal 12 Juni 2013) : 1-8
[2] Behrens, Shirley J. (1994). “A Conceptual Analysis and Historical Overview of Information
Literacy.” College & Research Libraries 56 : 309 – 322.
[3] Bundy, A. 2001. For a clever
country : information literacy diffusion in
the 21st
century. diakses dari http://www.library.unisa.edu.au/about/papers/clever.pdf , tanggal 2 Oktober 2013
Komentar
Posting Komentar