MANAJEMEN PERPUSTAKAAN PONDOK PESANTREN



MANAJEMEN PERPUSTAKAAN PONDOK PESANTREN;
(Pengembangan Perpustakaan Pondok Pesantren di Kota Yogyakarta)[1]
Oleh : Arsidi, SIP. [2]
Pustakawan SMAN 1 Yogyakarta

1.      Pendahuluan

Undang-undang Nomor 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) menjelaskan bahwa perpustakaan merupakan sumber daya pendidikan yang penting dalam upaya meningkatkan kualitas Pendidikan Prasekolah, Pendidikan Dasar dan Menengah. Pada lembaga pendidikan tingkat dasar, perpustakaan merupakan tempat untuk mengasah kemampuan anak didik untuk belajar mandiri. Hal ini juga berlaku bagi dunia pendidikan yang berbasis Islam. Fungsi perpustakaan madrasah antara lain adalah sebagai tempat sumber belajar, pusat informasi, tempat penelitian sederhana, pusat rekreasi edukatif, dan tempat sosialisasi antar siswa/santri

Perpustakaan sebagai jantung dari lembaga pendidikan sudah selayaknya mendapatkan perhatian untuk dikembangkan. Perpustakaan yang berkembang atau maju akan memberikan efek positif terhadap stake holder lembaga tersebut. Tingginya minat dari pengelola dan sivitas akademika lembaga pendidikan terhadap perpustakaan dalam pemanfaatan koleksi dan informasi yang tersedia di perpustakaan akan menghilangkan kesan bahwa perpustakaan hanyalah gudang buku dan bukan gudang informasi. Sejauh ini perpustakaan masih dianggap tidak lebih dari sebuah tempat atau gedung yang berisi tumpukan buku yang tak terjamah oleh pengguna karena koleksi yang dimilikitidak mutakhir. Koleksi merupakan salah satu unsur terpenting di perpustakaan. Perpustakaan akan mampu mendukung misi lembaga induknya apabila memiliki koleksi yang handal. Pengguna sendiri akan merasakan manfaat dari eksistensi perpustakaan apabila informasi yang dicarinya dapat diperoleh melalui koleksi perpustakaan. Dengan demikian, koleksi perpustakaan dapat dijadikan sebagai parameter kualitas koleksi sebuah perpustakaan. Melihat arti penting dari koleksi perpustakaan, maka sudah selayaknya apabila kegiatan pengadaan dan pengembangan koleksidilakukan oleh perpustakaan, sehingga terdeteksi kebutuhan pengguna perpustakaan yang sesuai dengan tujuan yang akan dicapai yaitu untuk memenuhi kebutuhan para pengguna, mendukung, dan memperlancar, serta meningkatkan kualitas pelaksanaan visi dan misi dari lembaga di mana perpustakaan tersebut berada.

2.      Sejarah Perpustakaan Islam
Sejarah telah membuktikan hubungan sebab akibat yang tak terbantahkan antara kemajuan peradaban suatu bangsa dengan keberadaan perpustakaan di tengah masyarakatnya. Perpustakaan merupakan mediator munculnya gairah intelektual yang tinggi yang kemudian akan melahirkan ilmuwan-ilmuwan yang menjadi titik tolak kemajuan peradaban bangsa tersebut. Di berbagai literatur tersirat bahwa bila ingin menghancurkan suatu bangsa, hancurkanlah pusat peradabannya, yaitu perpustakaan. 
Pada abad ke-5 Masehi, Roma yang waktu itu menjadi salah satu pusat ilmu dunia barat dihancurkan oleh tentara barbar Jerman. Perpustakaan umum dan pribadi dihancurkan dan dibakar. Pada abad pertengahan ini dunia barat mengalami kemerosotan. Sementara itu dunia Islam mulai bangkit. Kesadaran dan kecintaan terhadap ilmu pengetahuan pada jaman itu memunculkan berbagai jenis perpustakaan umum maupun milik pribadi yang bertebaran di berbagai wilayah Islam. Perpustakaan ini jumlahnya puluhan bahkan mungkin ratusan, dan melahirkan ulama-ulama dan ilmuwan besar Islam, seperti Jabir Ibnu Hayyan, Al Farabi, Ibnu Sina dan lain-lain.
Sejarah keemasan Islam menunjukkan bahwa perpustakaan ternyata bukan hanya sekadar penyimpan buku, tapi juga penghasil buku; wadah berbagai penulisan, penyalinan, penerjemahan dan penerbitan naskah serta sebagai pusat penelitian para cendekiawan besar. Perpustakaan juga menjadi tempat berkumpul dan pembelajaran para ilmuwan. Perpustakaan juga kemudian menjadi indikator keberadaban suatu bangsa.
Perpustakaan-perpustakaan tersebut antara lain:
1.                  Baitul Hikmah, sebuah kombinasi yang baik dari perpustakaan, akademi dan sarana penerjemahan, yang didirikan oleh Khalifah Abbasiyah, al-Ma`mun, sekitar tahun 318 H;
2.                  Perpustakaan Umar al-Waqidi (736 H) yang diperkirakan memiliki banyak sekali buku yang kalau ditimbang beratnya sama dengan dua puluh ekor unta;
3.                  Darul Ilmi (991);
4.                  Perpustakaan sekolah tinggi Nidzamiyah (1064);
5.                  Perpustakaan sekolah Mustansiriyyah (1233);
6.                  Perpustakaan al-Baiqani, berisi banyak sekali buku, sehingga untuk mengangkutnya saja membutuhkan enam puluh tiga keranjang dan dua ratus lima puluh koper;
7.                  Perpustakaan Baitul Hikmah (998) di Kairo yang berisi tidak kurang dari 100.000 volume, termasuk 2.400 buah al-Qur’an berhiaskan emas dan perak yang disimpan dalam ruangan terpisah. Perpustakaan ini mempunyai 40 lemari yang tiap lemarinya bisa memuat sampai 18.000 buku. Selain itu, di perpustakaan ini juga disediakan segala yang diperlukan seperti tinta, pena, kertas dan tempat tinta.
8.                  Perpustakaan al-Ma’arif berisi ribuan buku dari setiap cabang ilmu pengetahuan.
9.                  Perpustakaan Khalifah al-Hakim (976) di Spanyol, berisi 600.000 jilid, yang secara hati-hati diseleksi seluruh penyalur buku yang ahli dari semua pasar Islam
10.              Perpustakaan para khalifah dinasti Fatimiyah di Kairo. Jumlah seluruh buku yang ada di situ mencapai 2.000.000 (dua juta) eksemplar. Perpustakaan ini berisi berbagai macam ilmu antara lain Al-Qur’an, astronomi, tata bahasa, lexicography dan obat-obatan.
11.              Perpustakaan Baitul Hakam di Bagdad. Perpustakaan ini menyerupai universitas yang bertujuan untuk membantu perkembangan belajar, mendorong penelitian, dan mengurusi terjemahan teks-teks penting. Koleksi buku Perpustakaan ini berjumlah 400 hingga 500 ribu jilid.
12.              Perpustakaan Al-Hakam di Andalus. Jumlah buku didalamnya mencapai 400.000 buah. Perpustakaan ini mempunyai katalog-katalog yang sangat teliti dan teratur yang mencapai 44 bagian. Di perpustakaan ini terdapat pula para penyalin buku yang cakap dan penjilid-penjilid buku yang mahir.
13.              Perpustakaan Bani Ammar di Tripoli. Perpustakaan ini berisi buku-buku yang langka dan baru dijamannya. Bani Ammar mempekerjakan orang-orang pandai dan pedagang-pedagang untuk menjelajah negeri-negeri dan mengumpulkan buku-buku yang berfaedah dari negeri-negeri yang jauh dan dari wilayah-wilayah asing. Jumlah koleksi bukunya mencapai 1.000.000. Terdapat 180 penyalin yang menyalin buku-buku di sana.[3]

Buku-buku di perpustakaan ini tidak hanya berasal dari penulis bangsa Arab, tapi juga dari penulis luar yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Seorang ulama senior, Dr. Mustafa As-Siba’I dalam salah satu bukunya yang berjudul “Min Rawa’ii Hadharatina” mengemukakan berbagai kisah dan perkembangan ilmu dan perpustakaan dunia Islam. Dalam bukunya beliau mengisahkan bahwa Muhammad bin Abdul Malik az Zayyat memberi 2000 dinar setiap bulan bagi para penerjemah dan penyalin buku. Al-Ma’mun senantiasa memberi emas kepada Hunain bin Ishaq seberat buku-buku yang diterjemahkannya ke dalam Bahasa Arab. Hal ini membuktikan betapa berharganya penyebaran ilmu dalam pengembangan peradaban suatu bangsa. 
Hampir sama dengan kemerosotan yang terjadi di dunia Barat pada masa Abad Pertengahan, awal mula kemunduran Islam ditandai dengan hancurnya perpustakaan-perpustakaan Islam. Hal itu berawal setelah penyerangan habis-habisan tentara Mongol terhadap Daulah Abbasiyah di Baghdad pada tahun 1258. Tentara Mongol tidak menyisakan satupun perpustakaan, semuanya dibakar habis. Dikabarkan, begitu banyaknya buku yang dibakar dan yang dibuang ke sungai, membuat laut di daerah Baghdad berwarna hitam oleh tinta buku tersebut. Tinggi tumpukan buku yang dibakar hampir menyamai tinggi menara mesjid di Baghdad. Nasib yang sama juga terjadi di Samarkand dan Bukhara serta perpustakaan di Tripoli pada saat Perang Salib.
Meskipun sudah banyak yang dihancurkan, saat ini masih banyak perpustakaan Islam yang terkenal, khususnya perpustakaan perguruan tinggi dan perpustakaan umum. Hal ini menunjukkan bahwa perhatian umat Islam terhadap dunia perbukuan dan perpustakaan tetap tinggi dan sekaligus menunjukkan bahwa Islam menempatkan belajar, membaca, dan ilmu pada tempat yang tinggi. 


3.                  Pengembangan Perpustakaan Pondok Pesantren

Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan keagamaan Islam yang tumbuh dan berkembang di masyarakat. Pondok pesantren adalah lembaga tradisional yang dalam bacaan teknis berarti suatu tempat yang dihuni oleh para santri yang mencari ilmu (Depag, 2003: 1). Pesantren, jika disandingkan dengan lembaga pendidikan yang pernah muncul di Indonesia, merupakan sistem pendidikan tertua saat ini dan dianggap sebagai produk budaya Indonesia yang indigenous(produk budaya Indonesia asli) Karena lembaga pendidikan ini semula hanya berbentuk tempat-tempat pengajian. Kemudian berkembang dengan pendirian tempat-tempat menginap bagi para pelajar (santri), yang kemudian disebut pesantren (Suparta, 2005: 1).
Dalam sebuah pesantren sendiri pun tidak hanya disebut sebagai tempat tinggalnya para santri, tapi juga merupakan tempat kegiatan belajar mengajar untuk memperdalam ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum lainnya. Oleh karena itu pondok pesantren harus menyediakan sarana pendukung kegiatan tersebut salah satunya adalah perpustakaan. Kumpulan kitab dan minat baca merupakan potensi untuk membuat perpustakaan di pondok pesantren. Dengan diarahkan yang tadinya berawal dari kumpulan buku (tentu bukangudang buku) menjadi perpustakaan, dengan mengelola buku tersebut sehingga tidak hanya tertata rapi di rak tetapi juga mudah dicari daftarnya dan dipinjam untuk dimanfaatkan (Depag, 2003: 9).

Perpustakaan yang baik harus peka terhadap perkembangan zaman, seperti zaman sekarang yang dikenal dengan zaman informasi yaitu perkembangan informasi yang semakin pesat dan padat dari berbagai media, seakan-akan mengharuskan perpustakaan untuk mengikuti perkemban gannya dengan cara yang dimiliki dengan tujuan untuk memberikan informasi yang terbaik tehadap masyarakat yang dilayani. Menurut Qalyubi, dkk (2003: 77) untuk memenuhi kebutuhan informasi bagi masyarakat pengguna, perpustakaan harus mampu mengkaji atau mengenali siapa masyarakat penggunanya dan informasi apa yang dibutuhkan; mengusahakan tersedianya jasa pada saat diperlukan; serta mendorong pengguna untuk menggunakan fasilitas yang disediakan oleh perpustakaan. Analisis pengguna dan kebutuhan pengguna ini ditujukan untuk pengembangan koleksi di perpustakaan demi tersedianya kebutuhan informasi yang benar-benar mutakhir dan relevan. Oleh karena itu sebuah perpustakaan tidak akan lengkap dan tidak bisa digunakan secara optimal apabila tidak ada suatu unsur pengembangan koleksi, karena pengembangan koleksi merupakan proses memastikan bahwa kebutuhan informasi dari para pengguna akan terpenuhi secara tepat waktu dan tepat guna dengan memanfaatkan sumber-sumber informasi yang dihimpun oleh perpustakaan. Sumber-sumber informasi tersebut harus dikembangkan sebaik-baiknya sesuai dengan kondisi perpustakaan dan masyarakat yang dilayani. Apabila perpustakaan ingin mengembangkan koleksi yang dimilikinya, maka perpustakaan harus mempunyai konsep yang baik agar bahan pustaka yang akan diadakan atau dikoleksi memang betul-betul sesuai dengan rencana dan informasi yang disediakan relevan, yang nantinya diharapkan bisa memuaskan pengguna.
4.      Program Pengembangan
Langkah pertama adalah memutuskan bentuk perpustakaan yang akan didirikan. Karena di lingkungan Kota Yogyakarta  ada beberapa sekolah dan Perguruan Tinggi. Ruang baca hanya melayankan koleksi, tidak melakukan pembelian buku, pengolahan dan proses lainnya. Pembelian atau pengadaan dan proses pengolahan buku cukup dilakukan oleh perpustakaan pusat. Namun ruang baca tetap terlibat dalam perencanaan judul-judul buku atau koleksi yang akan dibeli. Ruang baca yang pertama atau harus mendapat prioritas pengembangan adalah ruang baca di tingkat pendidikan dasar atau Madrasah Ibtidaiyah. Alasan utamanya adalah bahwa perpustakaan pendidikan dasar adalah tempat yang paling tepat untuk membina ketrampilan membaca santri. Dengan kata lain, pembinaan kebiasaan membaca yang akan membimbing santri untuk belajar seumur hidupnya paling tepat dilakukan pada santri yang masih duduk di Madrasah Ibtidaiyah. Kemudian yang juga perlu dikembangkan pada tahap awal adalah perpustakaan pusat yang akan menjadi tempat belajar bagi santri yang duduk di kelas yang lebih tinggi. Berikut ini adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mendirikan perpustakaan madrasah.
  1. Tenaga Pustakawan
Hal pertama yang perlu dan sangat direkomendasikan dilakukan oleh pihak manajemen perpustakaan ponpes adalah mengadakan paling tidak satu orang tenaga pustakawan yang profesional. Tenaga pustakawan profesional bisa direkrut dari luar, bila memungkinkan yang berijazah S1 atau setidaknya D3 Ilmu Perpustakaan, namun bisa juga melatih tenaga yang ada hingga mendapat sertifikat resmi sebagai tenaga pustakawan dari Perpustakaan Nasional. Perpustakaan Nasional RI sebagai lembaga resmi yang mengurusi masalah perpustakaan dan pustakawan di Indonesia selalu mengadakan pelatihan pengelola perpustakaan yang kadang diselenggarakan secara gratis. Pimpinan bisa mengirim setidaknya satu orang calon tenaga pustakawan yang kelak akan mengkordinir dan memantau seluruh kegiatan kepustakaan di lingkungan ponpes. Untuk jangka pendek, langkah lain yang juga bisa diambil adalah mengontrak seorang pustakawan profesional untuk jangka waktu tertentu yang ditugaskan untuk membina tenaga yang ada dan mengawasi operasional perpustakaan dalam masa-masa awal pendirian. Namun, sekali lagi, hal ini untuk program jangka pendek. Untuk jangka panjang tetap dianjurkan memiliki pustakawan sendiri.

Adapun Tugas Pustakawan Sekolah menurut Pedoman Perpustakaan Sekolah yang dikeluarkan oleh IFLA dan diadopsi oleh Perpustakaan Nasional dan Departemen Pendidikan Nasional adalah sebagai berikut:
Ø  menganalisis sumber dan kebutuhan informasi komunitas sekolah
Ø  memformulasi dan mengimplementasi kebijakan pengembangan jasa
Ø  mengembangkan kebijakan dan sistim pengadaan sumberdaya perpustakaan
Ø  mengkatalog dan mengklasifikasi materi perpustakaan
Ø  melatih cara penggunaan perpustakaan, pengetahuan dan ketrampilan informasi
Ø  membantu murid dan guru mengenai penggunaan sumberdaya perpustakaan dan teknologi informasi
Ø  menjawab pertanyaan referensi dan informasi dengan menggunakan berbagai materi yang tepat
Ø  mempromosikan program membaca dan kegiatan budaya
o   ikut serta dalam kegiatan perencanaan terkait dengan implementasi kurikulum serta persiapan, implementasi dan evaluasi aktivitas pembelajaran
o   mempromosikan evaluasi jasa perpustakaan sebagai bagian dari sistem evaluasi sekolah secara menyeluruh
o   membangun kemitraan dengan organisasi di luar sekolah
o   merancang dan mengimplementasi anggaran
o   mendisain perencanaan strategis dan mengelola serta melatih tenaga perpustakaan

2. Gedung
Pengembangan perpustakaan kemudian juga harus dimulai dengan pengadaan gedung yang memenuhi syarat. Selain itu, yang juga harus diperhatikan adalah lokasi gedung, sebaiknya berada di tengah komplek sehingga mudah dicapai, kemudian tidak berada di tempat yang bising, tidak berada di daerah yang rawan banjir atau tergenang dan lain-lain. Desain ruang baca perpustakaan Ponpes cukup dibuat sederhana karena yang dibutuhkan hanya area baca dan area layanan. Ukuran ruang baca idealnya dua kali ukuran ruang kelas. Bila ruang kelas hanya untuk menampung santri, maka ruang baca perpustakaan disamping harus menampung santri, paling tidak juga akan menampung rak-rak buku, meja baca, lemari penyimpan, lemari pajang serta meja petugas. 

 3. Pengembangan Koleksi
Perpustakaan ponpes pada prinsipnya juga berfungsi sebagai penopang pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di ponpes yang menaunginya, karena itu secara umum perpustakaan harus menyediakan koleksi yang sesuai dengan kebijakan dan prioritas yang digariskan. Idealnya, jumlah judul buku di perpustakaan minimal 10x jumlah santri, dengan begitu rasionya menjadi 1:10, tiap satu santri disediakan 10 judul buku. Di negara maju rasionya malah lebih besar yaitu 1:20, artinya untuk setiap satu siswa di perpustakaan disediakan 20 judul buku. Bila misalnya di Ponpes ada 500 santri, maka idealnya ada 500x10=5000 judul buku tersedia di perpustakaan. Pengembangan atau penambahan koleksi baik dari segi jumlah maupun jenis bisa dilakukan dengan beberapa cara yaitu:
  1. pembelian secara langsung ke toko buku,
  2. pemesanan lewat penerbit,
  3. hibah/hadiah,
  4. tukar menukar terbitan dengan lembaga lain,
  5. kerjasama dengan lembaga lain dalam bentuk buku
  6. sumbangan baik dari alumni, pemerintah setempat, perusahaan dan lain-lain.

Pengadaan sejumlah besar buku ini biasanya terhalang masalah dana. Untuk itu ada baiknya pengadaan ini dilakukan secara bertahap. Misalnya untuk tahap awal atau tahun pertama dilakukan pengadaan buku sejumlah santri, kemudian tahun kedua ditambah menjadi dua kali lipat dan begitu seterusnya hingga tercapai jumlah ideal. Jadi ada beberapa cara sebenarnya yang bisa dilakukan agar tujuan pengadaan buku dengan jumlah ideal bisa tercapai.
  
4. Anggaran
Anggaran adalah hal yang kadang membuat semua perencanaan pengembangan perpustakaan menjadi terhambat bila tidak jelas pengaturan atau alokasinya. Menurut Pedoman Perpustakaan Sekolah yang dikeluarkan IFLA/UNESCO, anggaran yang harus disediakan pihak manajemen untuk belanja material perpustakaan sekolah paling sedikit adalah 5% untuk biaya per murid dalam sistim persekolahan, tidak termasuk untuk belanja gaji dan upah, pengeluaran pendidikan khusus, anggaran transportasi serta perbaikan gedung dan sarana lain. UU NO.43/2007 Pasal 23 tentang Perpustakaan Sekolah/Madrasah juga mengatur bahwa ‘Sekolah/madrasah mengalokasikan dana paling sedikit 5% dari anggaran belanja operasional sekolah/madrasah atau belanja barang di luar belanja pegawai dan belanja modal untuk pengembangan perpustakaan’.  Dari sini bisa kita lihat bahwa semua sebenarnya sudah diatur oleh pemerintah, tinggal terpulang pada itikad manajemen sekolah/madrasah mau atau tidak melaksanakan dan mengimplementasikan panduan dan aturan tersebut.

5. Pengolahan Perpustakaan Ponpes
Hal terpenting yang harus dibuat seorang pengelola perpustakaan untuk pertama kali adalah dengan membuat Buku Induk, Buku Induk 2 (Buku Pengolahan), Buku Pengunjung, Buku Peminjam, Buku Prosentase Pengunjung, Buku Prosentase Buku yang dipinjam, Buku Tamu, Buku Surat Keluar Perpustakaan, Buku Surat Masuk Perpustakaan, Buku Pembinaan serta Buku Daftar Hadir Pustakawan.

Adapun yang paling awal dilakukan adalah Pengolahan koleksi, yakni kegiatan memproses koleksi perpustakaan sehingga siap untuk dilayankan pada pengguna. Proses pengolahan buku atau koleksi meliputi: Inventarisasi; memberi stempel nomor induk buku dan mencatat buku ke dalam buku besar. Buku juga diberi stempel lembaga pada beberapa halaman dan di bagian samping buku. Contoh kolom yang terdapat dalam buku besar adalah sebagai berikut:

No Inv.
Tanggal
Judul
Pengarang
Penerbit
Tahun terbit
Kota
Edisi
Asal
Ket.





















Kemudian Pemasangan Atribut Buku, Proses pengolahan yang kedua adalah pemasangan atribut; label buku, kartu buku, slip tanggal kembali dan kantong buku. Berikutnya input data, data buku dimasukkan ke online database bila sudah tersedia. Saat ini sudah banyak tersedia program atau software perpustakaan yang dijual bebas, bahkan ada pula yang tinggal didownload secara gratis dari internet, contohnya software Slims yang sudah digunakan oleh banyak perpustakaan di Indonesia. (akan disampaikan pada Materi hari ke-2 TIK Perpustakaan Pondok Pesantren)
Tahapan Kedua adalah dengan membuat Kartu Anggota, Kartu Pengurus Perpustakaan, Kartu Peminjam, Kartu Buku, Kantong Kartu Buku. Label Buku dan Kartu Katalog Buku akan dibuat menyusul setelah pengolahan tahap pertama selesai.

Tahap Ketiga adalah dengan memberi stampel Perpustakaan pada lembar halaman setelah cover (halaman judul), kelipatan 10 serta pada halaman akhir buku. Pada halaman judul buku disertakan pula stampel tanda tanggal penerimaan buku, asal buku, harga, dan paraf petugas.

Tahap Keempat adalah memasukkan data buku (Judul Buku, Penerbit, Tahun Terbit, Penulis, ISBN dan lain-lain ) ke dalam Buku Induk dan Buku Induk Pengolahan. Pada tahap ini kita juga harus menentukan DDC dari sebuah buku yang nantinya akan kita gunakan untuk menempatkan buku berdasarkan klasifikasinya.

Tahap Kelima adalah dengan memberi label pada buku yang memuat informasi mengenai buku tersebut yaitu DDC, tiga kata pertama nama penulis buku, satu huruf pertama yang mewakili judul buku dan cetakan banyaknya buku yang ada dalam satu judul buku. Label buku direkatkan pada punggung buku dengan ukuran 2,5 Cm dari bawah punggung buku, label ini biasanya berukuran 3,5 x 5 Cm.
 
5.      PENUTUP
Perpustakaan madrasah/ponpes merupakan sarana utama bagi para santri untuk berlatih agar terampil belajar sepanjang hayat dan mampu mengembangkan daya pikir agar mereka dapat hidup sebagai umat yang bertanggung jawab. Yang patut diingat adalah bahwa mendirikan perpustakaan yang baik memang membutuhkan dan menghabiskan dana yang cukup besar, dan sebaliknya tidak akan menghasilkan uang dalam waktu singkat. Namun sebagai imbalannya, dana yang habis itu akan menjadi semacam investasi yang akan kembali dalam bentuk lulusan yang lebih berkualitas. Perpustakaan yang bagus dan lulusan yang berkualitas pada gilirannya akan menjadi alat promosi untuk mengembangkan madrasah atau lembaga yang menaunginya.

DAFTAR PUSTAKA

IFLA Pedoman Perpustakaan Sekolah www.ifla.org diakses 1 Agustus 2013

PERMENDIKNAS NO. 25/2008 Tentang Standar Tenaga Perpustakaan Sekolah/Madrasah

Susanti Agustina (2007) Perpustakaan dalam Peradaban Islam  http://digilib.unsri.ac.id/download/PERPUSTAKAAN%20DALAM%20DUNIA%20PENDIDIKAN%20ISLAM.doc diakses pada 2 Agustus 2013

Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
Undang-Undang No. 25 Tahun 2000 Tentang Program Pembangunan Nasional
Undang-Undang No. 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan pasal 23 Perpustakaan Sekolah/Madrasah

Wardan Perpustakaan Kita Harus Jadi Lebih Baik http://darunnajah-cipining.com/ diakses 2 Agustus 2013




[1] Makalah ini disampaikan dalam Pembinaan Perpustakaan dan TIK Pondok Pesantren Kantor Kementerian Agama Kota Yogyakarta pada Hari Rabu-Kamis, 4-5 September 2013 di Kantor Kemenag Kota Yohyakarta
[2] Pustakawan SMAN 1 Yogyakarta, Ketua Asosiasi Tenaga Perpustakaan Sekolah Indonesia(ATPUSI) DIY
[3] Elfi Moralita, Dalam Perpustakaan Dalam Dunia Pendidikan Islam; Pengembangan Perpustakaan Pondok Pesantren Raudhatul ‘Ulum (Ppru) Perpustakaan Universitas Sriwijaya, diakses pada http://digilib.unsri.ac.id/download/PERPUSTAKAAN%20DALAM%20DUNIA%20PENDIDIKAN%20ISLAM.doc

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERAN PUSTAKAWAN SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN KOMPETENSI PROFESIONAL MELALUI ORGANISASI PROFESI ATPUSI

SELEKSI PUSTAKAWAN BERPRESTASI TINGKAT NASIONAL TAHUN 2010