PERAN PUSTAKAWAN SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN KOMPETENSI PROFESIONAL MELALUI ORGANISASI PROFESI ATPUSI
PERAN
PUSTAKAWAN SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN KOMPETENSI PROFESIONAL MELALUI ORGANISASI
PROFESI ATPUSI[1]
Oleh
: Arsidi[2]
A.
Pendahuluan
Salah satu komponen yang menentukan keberhasilan layanan
perpustakaan di sekolah adalah sumberdaya manusia (manpower). Sumberdaya manusia di perpustakaan sekolah menurut Permendiknas
no. 25 tahun 2008 terdiri dari 2 unsur yakni yang disebut tenaga perpustakaan
sekolah dan kepala perpustakaan sekolah yang disyaratkan untuk memiliki 6 standar
kompetensi diantaranya yaitu kompetensi di bidang kependidikan, pengembangan
profesi, kepribadian, manajerial, Sosial dan pengelolaan informasi. Pemerintah
dalam hal ini telah memfasilitasi pembentukan organisasi profesi bagi
pustakawan sekolah dengan terbentuknya ATPUSI dengan tujuan meningkatkan
standar kompetensi Tenaga Perpustakaan sekolah agar sesuai dengan standar yang
ditetapkan.
Dalam makalah ini saya akan menyampaikan beberapa hal
terkait dengan peran pustakawan sekolah dalam mewujudkan standar kompetensi
tersebut melalui organisasi profesi khususnya organisasi Asosiasi tenaga
perpustakaan sekolah Indonesia(ATPUSI) sebagai sarana untuk meningkatkan
kompetensi tenaga perpustakaan sekolah khususnya dalam bidang pengembangan keprofesionalan
dan kompetensi sosial. Untuk memudahkan dalam menyampaikan makalah ini penulis
sampaikan dalam sistematika penulisan sebagai berikut, pendahuluan, apakah
pustakawan sudah melaksanakan tugas utama pustakawan di perpustakaan secara
profesional, peran pustakawan sebagai tenaga profesional di organisasi profesi,
dan peran pustakawan sebagai makhluk sosial di perpustakaan, penutup.
B.
Apakah
Pustakawan sudah melaksanakan tugasnya secara professional
Pustakawan dan perpustakaan merupakan sesuatu yang tak
terpisahkan, ibarat dua sisi mata uang, dimana ada perpustakaan, maka disitu
juga harus ada pustakawan. Namun pada praktiknya, banyak perpustakaan yang di
dalamnya tidak ada pustakawan tetapi SDM yang tidak memiliki latar belakang
ilmu perpustakaan. Menurut data dari Kemendiknas tahun
2006 Sekolah di Indonesia memiliki jumlahnya ada 219.900 sekolah, sedangkan
Sekolah yang memiliki perpustakaan berjumlah 23.734. Sebuah jumlah yang tidak
sebanding. Kemudian jika melihat jumlah tenaga perpustakaan sekolah ada 21.382
orang, itupun hampir 90 % tidak memiliki latar belakang pendidikan ilmu perpustakaan [3],
Sehingga perpustakaan tidak dapat menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik.
Bagi kebanyakan orang, profesi pustakawan merupakan profesi yang belum terlalu
diperhitungkan, karena kebanyakan mereka menilai sebuah profesi diukur dengan
penilaian terhadap materi. Sementara itu perhatian pemerintah kepada pustakawan
saat ini belum seperti perhatiannya kepada profesi yang lain seperti profesi
dokter, hakim, jaksa dan profesi lainya. Hal ini disebabkan kebutuhan
masyarakat akan perpustakaan belum seperti kebutuhan mereka akan profesi yang
lain. Mereka lebih cenderung untuk memenuhi kebutuhan sosial ekonomi terlebih
dahulu sebelum menjadikan perpustakaan sebagai prioritas utama mereka.
Pustakawan di dalam melaksanakan tugasnya sebagai sebuah
profesi dibutuhkan kompetensi yang professional untuk dapat melakukan tugasnya
sebagai sebuah profesi. Menurut Sutarno bahwa faktor yang menyebabkan
perpustakaan belum dapat berkembang dan masih belum bisa berdiri sendiri di
antaranya adalah pengelola perpustakaan, sumber informasi dan masyarakat
pengguna.[4]
Pengelola perpustakaan yang dimaksud adalah pustakawan sebagai penentu kemajuan
sebuah perpustakaan. Dibutuhkan kemampuan yang luar biasa untuk memajukan
sebuah perpustakaan. Berbagai tantangan dan rintangan menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dalam perjuangan para pustakawan untuk memajukan perpustakaan.
C.
Peran Pustakawan Sekolah Sebagai
Anggota Profesi
Tenaga perpustakaan sekolah sebagai salah satu profesi yang
sudah memiliki wadah atau induk organisasi profesi, tentunya memiliki peran
yang sangat penting untuk ikut serta menghidupkan dan memajukan organisasinya
salah satunya adalah Asosiasi Tenaga Perpustakaan sekolah Indonesia(ATPUSI).
Menurut Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI) paling tidak ada tiga kewajiban
seorang pustakawan sebagai anggota profesi, sesuai dengan yang tercantum
dalam kode etik pustakawan Indonesia tahun 2006 sebagai berikut :
a.
Pustakawan iuran keanggotaan secara disiplin
Salah
satu tanggung jawab sebagai anggota sebuah profesi adalah disiplin membayar
iuran yang telah ditentukan. Besarnya iuran dan tata cara pembayaran di atur
dalam anggaran dasar dan rumah tangga, terhitung sejak menjadi anggota.
b.
Mengikuti kegiatan organisasi sesuai kemampuan dengan penuh rasa tanggung jawab
Setiap
organisasi memiliki program sebagai indikator kehidupan suatu organisasi.
Kegiatan yang dilaksanakan merupakan implementasi dari ide-ide anggotanya yang
telah disepakati dan dipahami bersama demi tercapainya tujuan sebuah organisasi
c.
Mengutamakan kepentingan organisasi di atas kepentingan pribadi
Sebagai
seorang yang bekerja dalam naungan sebuah profesi berkewajiban mementingkan
kepentingan organisasi di atas kepentingan pribadi (IPI, 2006)[5]
Begitupun Organisasi ATPUSI didalam upaya untuk meningkatkan
peran dan fungsi pustakawan sekolah tentunya memiliki visi misi dan tujuan.
Adapun visi ATPUSI adalah ingin ”mewujudkan tenaga
perpustakaan sekolah Indonesia yang professional “
kemudian untuk mewujudkan visi tersebut tercermin dalam misi organisasinya
yaitu :
§
Meningkatkan
kompetensi Tenaga Perpustakaan Sekolah di Indonesia
§
Mendorong
terwujudnya jenjang karier Tenaga Perpustakaan Sekolah sesuai kompetensi yang
dimiliki
§
Membantu
terciptanya sistem pembelajaran di sekolah yang terintegrasi dengan program
perpustakaan
§
Membangun
kerjasama dengan berbagai pihak yang terkait
§
Memfasilitasi
terwujudnya perpustakaan sekolah yang representatif
Sebagai organisasi besar tujuan dari
ATPUSI adalah :
§
Meningkatkan
kompetensi dan profesionalitas tenaga perpustakaan sekolah
§
Meningkatkan
peran perpustakaan dalam mendukung proses pembelajaran dan pengajaran yang
berkualitas di sekolah
§
Mendorong
terbentuknya masyarakat sekolah (school
community) yang melek informasi (Information
literate), memiliki kemandirian belajar (Independent leaner) dan senang belajar sepanjang hayat (longlife leaner).[6]
Dari
visi, misi dan tujuan organsasi terlihat jelas bahwa peran pustakawan sekolah
di dalam organisasi profesi sangatlah penting karena dengan mengikuti dan aktif
maka akan mendapatkan banyak hal baik berupa ilmu, informasi, pengetahuan baru
di dalam dunia kepustakawanan, khususnya kepustakawanan sekolah sehingga akan
langsung dapat di aplikasikan di perpustakaan dalam rangka memberikan layanan
yang prima. Tentunya akan berbeda jika seorang yang aktif mengikuti organisasi
profesi dan yang tidak mengikuti organisasi profesi jika di bandingkan
kompetensinya khususnya kompetensi sosialnya.
Pada
saat ini kepengurusan ATPUSI di seluruh Indonesia sudah terbentuk 30 pengurus
daerah dari 30 provinsi, dan lebih dari 68 pengurus ATPUSI tingkat Kabupaten[7],
ini menunjukan peran organisasi pustakawan sekolah telah diakui dan memiliki
peran signifikan dalam upaya untuk meningkatkan kompetensi dan kerjasama antar
pustakawan sekolah, namun sangat disayangkan masih banyak pustakawan sekolah
yang belum masuk menjadi anggota ATPUSI sehingga informasi terkini tentang
profesi pustakawan tidak mereka terima dengan baik. Sebagai contoh di Provinsi
DIY yang tercatat sebagai anggota organisasi profesi berjumlah 215 orang
padahal lebih dari 2858 sekolah yang ada di DIY.[8]
Ini menunjukkan bahwa peran pustakawan sekolah di organisasi profesi masih
terlihat lemah. Hal ini menunjukkan bahwa kompetensi sosial pustakawan sekolah
masih tergolong rendah sehingga perlu adanya upaya-upaya untuk meningkatkan
kompetensi ini salah satunya menurut saya dengan adanya akreditasi dan
sertifikasi pustakawan yang tentunya syaratnya untuk bisa di sertifikasi dan di
akreditasi adalah jika pustakawan tersebut telah mengikuti organisasi profesi.
D. Kompetensi
Profesional
Kompetensi
adalah kecakapan atau kemampuan. Konsep kemampuan mengandung suatu makna adanya semacam tenaga atau
kekuatan yang dimiliki seseorang untuk melakukan sesuatu tindakan atau
perbuatan baik yang bersifat fisik maupun yang bersifat mental. Pengertian ini menunjukkan pada adanya suatu
kekuatan nyata yang dapat diperlihatkan seseorang melalui tindakan atau
perbuatan, baik secara fisik maupun mental, yang umumnya diperoleh melalui
latihan dan pendidikan. Dengan demikian hampir semua kemampuan diperoleh
melalui latihan atau dipelajari. Dengan perkataan lain, kalau seseorang ingin
memiliki kemampuan tertentu, ia dapat mempelajarinya. Kemampuan ini akan banyak
membantu seseorang pada saat ia melaksanakan atau mengerjakan tugas tertentu.
Kadang-kadang kemampuan secara fisik dan mental dapat muncul secara bersamaan
pada saat mengerjakan suatu tugas.[9],
sedangkan arti kompetensi secara harfiah adalah kecakapan, kemampuan; wewenang
(Kamus Inggris-indonesia). Definisi kompetensi yang sering dipakai adalah
karakteristik-karakteristk yang mendasari individu untuk mencapai kinerja
superior. Kompetensi juga merupakan pengetahuan, ketrampilan, dan kemampuan
yang berhubungan dengan pekerjaan, serta kemampuan yang dibutuhkan untuk
pekerjaan-pekerjaan non-rutin. Terdapat bermacam-macam pendekatan mengenai
model kompetensi. Salah satunya Competency-based HRM (manajemen SDM berdasarkan
kompetensi). Intinya perilaku individu yang paling bagus kinerjanya dijadikan
tolok ukur. Perilaku ini menjadi patokan baku yang menggerakkan program SDM
untuk mengembangkan gugus kerja yang lebih efektif. Kompetensi ini
diintegrasikan dalam sistem SDM.
Pendekatan model kompetensi lainnya adalah pendekatan
"organizational" yang berarti model kompetensi ditekankan dalam
organisasi dengan tipe organisasi tertentu.
Pustakawan merupakan Sumber Daya Manusisa (SDM) yang
mengolah perpustakaan, Pustakawan merupakan suatu profesi. Di karenakan
pustakawan merupakan pekerjaan yang memerlukan pendidikan atau pelatihan. Dalam
mengolah perpustakaan maka dibutuhkan berbagai macam tenaga yang terampil di
bidangnya. Profesionalisme adalah rasa kepemilikan akan sesuatu, yang mana dari
rasa ini ia benar-benar merasa bahwa sesuatu itu harus dijaga. Adapun
profesionalisme pustakawan hanya dapat dimiliki oleh seorang pustakawan tingkat
ahli/ profesional atau pustakawan yang memiliki dasar pendidikan untuk
pengangkatan pertama kali serendah-rendahnya Sarjana Perpustakaan, Dokumentasi
dan Informasi atau Sarjana bidang lain yang disetarakan.
E.
Peran Pustakawan Sebagai Makhluk
Sosial Di Sekolah
Pustakawan sehebat apapun tidak mampu berhasil dalam
melaksanakan tugasnya tanpa ada kerjasama dengan pihak yang lainnya, di sekolah
pustakawan dapat melakukan kerjasama dengan guru, kepala sekolah dan siswa di
dalam melaksanakan tugasnya agar dapat berjalan dengan baik, karena pustakawan
juga sebagai makhluk sosial yang memerlukan orang lain di dalam kerja-kerjanya.
Menurut W.A. Gerungan, manusia secara hakiki merupakan makhluk sosial sejak ia
dilahirkan membutuhkan pergaulan dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan
biologisnya, makanan, minuman dan lain-lain. [10]
Dari pendapat tersebut jelas bahwa seorang seorang
pustakawan merupakan bagian dari kehidupan sosial. Di mana masyarakat
membutuhkan informasi dan juga pengetahuan untuk melengkapi kehidupan mereka.
disini pustakawan berperan sebagai agen
of knowledge atau agen pengetahuan, karena bekerja dan bertugas
menyampaikan informasi seluas-luasnya kepada pemustaka, tanpa boleh dibatasi
oleh apapun. Sehingga masyarakat benar-benar merasa bahwa kebutuhan mereka
tercukupi.
Adapun hubungan pustakawan Sekolah didalam melaksanakan
tugas dan perannya sebagai profesi dapat dibagi menjadi beberapa hal
diantaranya :
1.
Hubungan dengan pemustaka
a.
Pustakawan menjunjung tinggi hak perorangan atas informasi, pustakawan
menyediakan akses tak terbatas, adil tanpa pandang ras, agama, status sosial,
ekonomi, politik gender kecuali ditentukan oleh peraturan perundangan-undangan
b.
Pustakawan tidak bertanggung jawab atas konsekuensi pengguna informasi yang
diperoleh dari perpustakaan
c.
Pustakawan berkewajiban melindungi hak privasi pengguna dan kerahasisaan
menyangkut informasi yang dicari
d.
Pustakawan mengakui dan menghormati hak milik intelektual
2. Hubungan antar pustakawan
Menurut hermawan dan Zen , Pustakawan harus menumbuhkan
kesadaran bahwa suatu profesi ini ibarat sebuah keluarga. Pustakawan sebagai
rekan sejawat harus senantiasa menjunjung tingi nilai kekeluargaan, bersikap
saling mengasihi, menghormati, dan bertanggung jawab.[11]
Di bawah ini beberapa tugas seorang pustakawan, hubunganya dengan pustakawan
yang lain.
a.
Pustakawan berusaha mencapai keunggulan dalam profesinya dengan cara memelihara
dan mengembangkan pengetahuan dan keterampilan. Sudarsono mengatakan bahwa
keunggulan dalam profesi dapat diartikan sebagai kompetensi personal yang
meliputi sikap, ketrampilan dan kemampuan perorangan untuk bekerja efekktif dan
memberikan sumbangan positif bagi organisasi.[12]
b.
Pustakawan bekerjasama dengan pustakawan lain dalam upaya mengembangkan
kompetensi profesional pustakawan, baik sebagai perorangan maupun kelompok. Pernyataan
ini mengisyaratkan agar para pustakawaan sebagai seorang yang profesional
memiliki kemampuan untuk memperluas akses informasi dan mendistribusikan untuk
kepentingan masyarakat.
c.
Pustakawan memelihara dan memupuk hubungan kerja yang baik antar sesama rekan Sebagaimana
diketahui bahwa organisasi merupakan lembaga yang terdiri dari sekumpulan
orang-orang yang salin bekerjasama untuk mencapai suatu tujuan yang telah
ditetapkan bersama Mondy dan Preameaux artinya bahwa kebersamaan di antara para
pustakawan menjadi sesuatu yang sangat penting dalam rangka mencapai tujuan
yang dicita-citakan sebuah organisasi.[13]
d.
Pustakawan memiliki kesadaran, kesetiaan, dan penghargaan terhadap kelompok
pustakawan secara wajar.
Kesatuan
korps pustakawan merupakan sekumpulan pustakawan yang berada dalam satu
kesatuan. Pemahaman terhadap kelompok pustakawan terdapat beberapa perbedaan
karena berbeda istilah dikalangan pustakawan. Namun yang jelas bahwa jiwa
kepustakawanannya terpanggil untuk menjaga kelompok dengan menjaga hubungan
baik dengan sesama anggota profesi.
e.
Pustakawan menjaga nama baik dan martabat rekan, baik di dalam maupun diluar. Selalu
berfikir yang positif mmerupakan modal dasar dalam berhubungan dan berinteraksi
dengan masyarakat, terutama dengan rekan satu profesi. Dengan pikiran yang
positif dapat mengurangi kecenderungan untuk memikirkan keburukan orang lain.
Teman kerja merupakan mitra yang membantu keberhasilan yang di raih, baik
secara langsung maupun tidak langsung.
3. Hubungan dengan Atasan
a.
Pustakawan harus memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik dengan atasan
dengan cara menjaga kepercayaan atasan
b.
mampu memiliki peran yang signifikan dilingkungan sekolah, sehingga keberadaan
sebagai pustakawan diperhitungkan dan di perhatikan
c.
mampu berpolitik di lingkungan sekolah, yakni melakukan lobby dan pendekatan
kepada pihak-pihak yang berkompeten sebagai penentu kebijakan di sekolah
d.
pustakawan memiliki kemampuan di dalam manajerial, sehingga mampu berperan di
tingkat struktur yang ada di sekolah.
Menurut Dirjend Pusbangtendik Kemendiknas Selain peran
diatas di dalam menjalankan tugasnya seorang pustakawan juga memiliki peran
yang sangat signifikan yakni :
1. Sebagai
Navigator Informasi
Yakni Pustakawan dapat berperan dengan
menyeleksi sumber belajar yang bersifat cetak, non-cetak maupun elektronik
yang mendukung kurikulum sekolah dan standar pendidikan, kemudian Mendidik orang
lain agar “melek informasi” (Information literacy),
misalnya : mengkaji kebutuhan informasi dan penempatannya, mengevaluasi dan
menerapkan informasi untuk berpikir kritis dalam memecahkan masalah
2.
Sebagai Fasilitator Teknologi
Yaitu
Pustakawan dapat memfasilitasi
dan menelaah Database dan Website yang dapat dipercaya dan relevan
serta Menjembatani gap di
antara guru dan siswa dalam mengakses informasi on-line maupun
yang menyangkut kurikulum dan pembelajaran.
3.
Sebagai
Mitra Guru , Siswa , Dan Sesama Profesi
Yaitu
Pustakawan berkolaborasi dengan
guru dalam merancang dan pelaksanaan pembelajaran , Membimbing guru dan siswa dalam penggunaan sumber
informasi dan teknologi yang lebih baik
serta Membangun jaringan pertemuan
sesama Profesi di regional, nasional dan internasional.
Dalam membangun
kompetensi pribadi, seorang tenaga perpustakaan sekolah harus:
Memiliki pandangan jauh dan luas ke depan; Contoh:
Memahami bahwa pencarian informasi dan penggunaannya sebagai bagian dari proses
kreatif bagi individu dan organisasi. Memandang perpustakaan dan layanan
informasi sebagai bagian dari sebuah proses lebih besar dalam membuat
keputusan. Memantau arah gejala bisnis utama dan peristiwa-perjstiwa
internasional. Mengantisipasi arah gejala dan secara proaktif mengatur kembali
perpustakaan dan layanan informasi untuk mengambil manfaat daripadanya.
Melayani pengguna dengan baik, santun dan ramah; Contoh: Mencari umpan balik kinerja dan
menggunakannya untuk perbaikan secara terus menerus. Melakukan kajian pemakai
secara rutin. Berbagi pengetahuan baru dengan orang lain dalam konferensi atau
literatur profesional. Tetap bersikap santun dan ramah kepada pengguna walau,
dalam kondisi yang melelahkan.
Mencari
tantangan dan melihat peluang baru,
baik di dalam maupun di luar perpustakaan; Contoh: Ambil kompetensi baru dalam
organisasi yang memerlukan seorang pemimpin informasi. Gunakan pengetahuan dan
keahlian perpustakaan untuk memecahkan berbagai masalah-masalah informasi dalam
arti luas. Ciptakan perpustakaan tanpa dinding (perpustakaan digital atau
perpustakaan virtual)
Bekerja sama dan beraliansi; Contoh: Menjalin aliansi dengan profesional sistem
informasi manajemen. Membangun kerja sama dengan perpustakaan atau layanan
informasi lain, baik di dalam maupun di luar organisasi untuk mengoptimalkan resource
sharing. Menjalin aliansi dengan pemilik pangkalan data dan penyedia
informasi lain untuk meningkatkan produk dan layanan. Menjalin aliansi dengan
peneliti fakultas ilmu perpustakaan dan informasi untuk melakukan kajian-kajian
yang terkait.
Menciptakan lingkungan yang saling mempercayai dan
saling menghargai; Contoh: Menghargai
kelebihan dan kemampuan orang lain. Mengenali kekuatan sendiri dan kekuatan
orang lain dengan seimbang. Membantu orang lain untuk mengoptimalkan kontribusi
mereka.
Memiliki keahlian berkomunikasi yang efektif; Contoh: Mempresentasikan gagasan secara jelas dan
antusias. Menulis teks secara jelas dan mudah dimengerti. Menggunakan bahasa
yang umum. Meminta umpan balik dalam keahlian berkomunikasi dan menggunakannya
untuk perbaikan diri.
Bekerja dengan baik dengan sesama anggota tim; Contoh: Mempelajari kebijaksanaan tim dan mencari
peluang untuk partisipasi tim: Ambil tanggung jawab dalam tim, baik di dalam
maupun di luar perpustakaan. Membimbing anggota tim lainnya. Meminta bimbingan
dari anggota tim lain bila diperlukan.
Mempunyai sifat pemimpin; Contoh: Mempelajari dan mengembangkan kualitas
seorang pemimpin yang baik dan mengetahui cara untuk melatih kepemimpinan
tersebut. Dapat membagi kompetensi kepemimpinan dengan yang lain dan memberikan
kesempatan orang lain untuk berkompetensi sebagai pemimpin. Belajar terus menerus dan mempunyai perencanaan
karir pribadi. Contoh: Meniti karir dengan belajar secara terus menerus dan
mengembangkan pengetahuan. Memiliki tanggung jawab pribadi untuk perencanaan
karir jangka panjang dan mencari kesempatan untuk belajar dan memperkaya
i1mu. Memahami nilai solidaritas dan jaringan profesional; Contoh:
Berkompetensi aktif dalam asosiasi Tenaga perpustakaan sekolah dan asosiasi
profesional lainnya. Menggunakan peluang ini untuk berbagi pengetahuan dan
keahlian, untuk studi banding dengan penyedia layanan informasi lainnya,
membentuk kemitraan dan aliansi. Bersifat
fleksibel dan positif menghadapi perubahan terus menerus; Contoh: Dapat
menerima tanggung jawab yang berbeda dalam waktu yang berbeda pula dan merespon
kebutuhan akan perubahan. Memelihara sifat positif dan membantu orang lain
untuk melakukan hal yang sama. Menolong orang lain untuk mengembangkan gagasan
mereka dengan cara menyediakan informasi yang benar.
F.
Organisasi
Profesi Dalam UU 43/2007
Dalam pasal yang ke-Pustakawan membentuk Organisasi
Profesi yang Berfungsi memajukan dan memberikan perlindungan profesi kepada
pustakawan, Dan Setiap pustakawan berkewajiban untuk menjadi anggota profesi.
Organisasi Profesi dibina,
dikembangkan, difasilitasi oleh Pemerintah,
Pemda dan/atau masyarakat.
Kewajiban Organisasi Profesi
- Menetapkan dan melaksanakan AD/ART
- Menetapkan dan menegakkan kode etik
- Memberi perlindungan hukum
- Menjalin kerjasama dg asosiasi Pustakawan di tingkat daerah nasional dan internasional
Peranan
Organisasi Profesi
Menjadi wadah masyarakat profesi
Mengembangkan ilmu pengetahuan bidang profesi
Menyusun kode etik dan standar profesi, serta menjamin
kompetensi profesi
Mewakili profesional di masyarakat.
Memberikan lisensi dan akreditasi
Menjamin Kompetensi Profesional; bertanggungjawab
meningkatkan mutu profesi dengan menentukan persyaratan, standar, dan norma
minimal anggota
Mengawasi kegiatan dan prilaku dengan menyusun kode etik,
tata tertib, lengkap dengan sanksi-sanksinya.
Meningkatkan mutu dan status profesi melalui berbagai
kegiatan dan aktifitas
G.
Penutup
Seorang pustakawan sebagai makhluk sosial di sekolah
khususnya di Perpustakaan sudah seharusnya menjadi anggota dan aktif di
organisasi profesi karena salah satu yang menjadi salah satu parameter kunci
sukses seorang pustakawan dalam melaksanakan tugas keprofesionalan sebagai
seorang pustakawan. Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
pustakawan memiliki tugas dan kewajiban baik sebagai individu pustakawan,
sebagai anggota profesi dan juga sebagai makhluk sosial di sekolah yang sudah
menjadi keharusan untuk senantiasa ditingkatkan dengan berbagai upaya baik yang
dilakukan oleh pribadi sebagai pustakawan maupun dilakukan oleh Instansi
sekolah sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap perpustakaan.
Agar peran
tenaga perpustakaan sekolah dalam membantu mewujudkan visi dan Misi sekolah
dapat tercapai sesuai dengan waktu yang telah ditargetkan, dibutuhkan kerjasama
yang harmonis, terarah dan terpadu dari berbagai fihak, mulai dari pucuk pimpinan hingga bawahan (grass
root). Diperlukan perjuangan dengan segenap upaya untuk memperbaiki
kekurangan dan kelemahan yang ada. Peran
dan kompetensi tenaga perpustakaan sekolah harus lebih ditingkatkan dengan
memperhatikan kepentingan pengguna dan terus mengikuti perkembangan zaman.
DAFTAR PUSTAKA
ATPUSI, 2009. Buku Profil Asosiasi
tenaga Perpustakaan sekolah Indonesia. Jakarta : Asosiasi Tenaga Perpustakaan
sekolah Indonesia.
Hermawan s. Rachman dan Zulfikar
Zen. 2006. Etika Kepustakawanan, suatu
pendekatan terhadap kode etik pustakawan indonesia, Jakarta: Sagung Seto
Ikatan Pustakawan Indonesia, 2002 Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga
ikatan pustakawan indonesia . Jakarta : Ikatan Pustakawan Indonesia
Kemendiknas,
2008. Peraturan menteri Pendidikan Nasional Nomor 25 tahun 2008 tentang Standar
Kompetensi tenaga perpustakaan sekolah
Klausmeier, J. Herbert and William Goodwin. Learning and Human Abilities, Educational
Physiology. 4th ed. New York:
Harper and Row Publisher. 1975
Mondy, R. Wayne dan Shane R.
Premeaux, 1995. Management : Concept,
Practice and Skill. New Jersey : Prentice Hall, Inc
Pendit, Putu Laxman, 2007. Perpustakaan Digital: Perspektif
Perpustakaan Perguruan Tinggi Indonesia, Jakarta: Sagung Seto
Roesma, Lily, 2000. Penyuluhan Tentang Cara Berkomunikasi Yang
Efektif Dengan Pengguna Perpustakaan. Jakarta : Universitas Indonesia
Sudarsono, Blasius, 2008 Pendidikan Profesional Pustakawan dan
kebutuhan Perpustakaan Kita. Dalam seminar Perpustakaan dalam Dinamika
Pendidikan dan Kemasyarakatan, Semarang : Unika Sugiyopranoto
Sutarno NS, 2005. Tanggungjawab perpustakaan dalam
mengembangkan masyarakat informasi , Jakarta : Panta Rei
Suwarno, Wiji, 2010. Ilmu Perpustakaan dan Kode Etik Pustakawan. Jakarta:
Arruz Media
Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 43 tahun 2007 tentang perpustakaan
W. A. Gerungan,1996. Psikologi Sosial, Jakarta : UI Press
[1]
Makalah ini disampaikan dalam acara Seminar dan Pelantikan ATPUSI Kab.
Karanganyar, pada tanggal 2 Februari 2012
[2]
Ketua ATPUSI Provinsi DIY juga Kepala Perpustakaan SMAN 1 Teladan Yogyakarta.
[3]
Data primer dari Pusbangtendik Kemendiknas, 2008
[4] Sutarno
NS, 2005. Tanggungjawab perpustakaan
dalam mengembangkan masyarakat informasi , Jakarta : Panta Rei hal. 13
[5] Ikatan Pustakawan Indonesia, 2002 Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga ikatan pustakawan indonesia
. Jakarta : Ikatan Pustakawan Indonesia
[6] ATPUSI, Profil Asosiasi Tenaga
Perpustakaan Sekolah Indonesia, 2009
[7]
Ihsanudin, Wawancara dengan Ketua Pengurus Pusat ATPUSI, 28 November 2011
[8]
Data depdiknas 2008/2009
[9] Klausmeier, J. Herbert and William
Goodwin. Learning and Human Abilities,
Educational Physiology. 4th ed.
New York: Harper and Row Publisher. 1975
[11] Hermawan
s. Rachman dan Zulfikar Zen. 2006. Etika
Kepustakawanan, suatu pendekatan terhadap kode etik pustakawan indonesia,
Jakarta: Sagung Seto.hal 119.
[12] Sudarsono,
Blasius, 2008 Pendidikan Profesional
Pustakawan dan kebutuhan Perpustakaan Kita. Dalam seminar Perpustakaan dalam
Dinamika Pendidikan dan Kemasyarakatan, Semarang : Unika Sugiyopranoto.
Hal. 40
[13] Mondy, R.
Wayne dan Shane R. Premeaux, 1995. Management
: Concept, Practice and Skill. New Jersey : Prentice Hall, Inc. hal 202
Komentar
Posting Komentar