Pustakawan sekolah dan Harapan
Pustakawan sekolah dan
Harapan[1]
Oleh : Arsidi[2]
Menjadi Pustakawan adalah sebuah
pilihan profesi, karena jika tidak malah membuat hati menjadi “galau” kenapa? Karena menjadi
pustakawan bukan profesi yang menjanjikan gaji yang besar, apalagi kebijakan
saat ini dengan sedikitnya formasi CPNS untuk pustakawan yang menjadikan banyak
tenaga honorer. Pada tahun 2012 lalu saya melakukan survey terkait
kesejahteraan pustakawan sekolah di DIY, hasilnya 85% pustakawan masih digaji
dibawah UMK DIY(saat ini UMK Rp. 1.050.000), yang diatas UMK ada 10% dari SMA
dan sekolah Swasta favorit. Lebih memprihatinkan lagi pustakawan di SD dan SMP
Negeri 80% digaji antara Rp.300.000-Rp. 500.000, bahkan masih ada yang digaji
dibawah Rp.300.000 (15%), hanya 5% saja yg diatas Rp.500.000. Pertanyaannya
kita bisa berbuat apa dengan ini semua? Apakah kita berhenti dari profesi yang
sebenarnya mulia ini? Data pustakawan sekolah yang berstatus PNS di DIY hanya
ada 9 orang (itupun hanya ada di Kulonprogo dan Gunungkidul), memprihatinkan !?
Sebagai ketua ATPUSI sudah sangat
sering saya mendengarkan keluh kesah dari teman-teman pustakawan sekolah di
DIY, dari masalah perhatian pimpinan yang tidak peduli, bingung mengembangkan
perpustakaan hingga masalah kesejahteraan yang rendah yang berakibat ke
persoalan rumah tangga. Sebenarnya masalah tersebut bukan hanya di DIY ,
ternyata di Daerah yang lain juga mengalami nasib yang sama, ketika saya sering
berkumpul dengan ketua ATPUSI se-Indonesia hal tersebut sering muncul dalam
diskusi forum bahkan sudah 2 kali ATPUSI membuat rekomendasi untuk menyampaikan
masalah ini kepada pemerintah, namun hal tersebut belum menyelesaikan masalah.
Menurut hemat saya, ketika kita
sudah menjatuhkan pilihan kita kepada profesi ini, seharusnya kita harus
berbuat yang bisa menjadikan kita lebih baik dalam segala hal, termasuk karir
dan kesejahteraan hidup. Pertanyaannya apa masih ada harapan? Jika kita mau
berfikir dan kreatif sebenarnya profesi pustakawan ini masih terbuka dengan
sangat lebar jika kita mau menekuni dan sungguh-sungguh serta telaten menjalaninya,
artinya peluang masih sangat banyak untuk kita berkembang, apalagi kita tidak
hanya mempunyai target menjadi PNS. Kesempatan menjadi Pengajar/Dosen masih ada
peluang banyak karena masih sedikitnya jumlah lulusan S2 IP&I, apalagi S3
IP&I, contoh di UIN saja masih banyak membutuhkan pengajar, belum lagi
Perguruan tinggi di luar jawa, Univ. Terbuka dan kabarnya akan muncul lagi
beberapa perguruan tinggi yang membuka jurusan IP&I, menjadi pustakawan di
sekolah yang saat ini jumlah pustakawan sekolah di Indonesia juga masih sedikit
dan banyak dibutuhkan karenanya banyak guru yg ditambahi tugas menjadi
pustakawan, menjadi tutor/trainer diklat perpustakaan karena banyak training
yang mengajar bukan ahlinya, menjadi penulis karena tulisan berkaitan dengan
perpustakaan masih minim, menjadi peneliti, menjadi pustakawan yang konsentrasi
mengembangkan bisnis IT perpustakaan, pustakawan yang mengembangkan bisnis
Desain interior perpustakaan, atau bahkan pustakawan yang mengembangkan bisnis proses
pengadaan dan pengolahan buku, dan masih banyak hal lain yang dapat
dikembangkan dalam profesi ini.
Sebagai penutup dan kesimpulan
testimoni saya, sebagai alumni UIN angkatan’99 (angkatan ke-2) saya sangat
bangga melihat kemajuan jurusan ini, apalagi melihat banyaknya aktivitas
kegiatan di jurusan IPI, ada ALUS, LIBERTY dan ada forum-forum yang lain yang
sangat antusias mengembangkan profesi ini. Saya masih sangat yakin bahwa
nantinya profesi ini akan Berjaya, entah berapa puluh tahun lagi. Kuncinya ada
di tangan kita yang sudah memilih profesi ini menjadi bagian dari hidup kita.
Jadikan Profesi ini sebagai jalan kita menuju surga sehingga kita akan semangat
menjalaninya, Jangan kita merasa profesi ini rendah karena kita akan dibuat
rendah oleh diri kita sendiri. Ingat visi jurusan IPI “ Menjadikan Lulusan yang
mampu mengembangkan pengetahuan keislaman dan kepustakawanan” . Inilah visi
dunia akhirat yang akan kita raih bersama. Jayalah Pustakawan Indonesia! Wallahu a’lam.
Komentar
Posting Komentar